Di kalangan masyarakat Indonesia seperti di kota Medan misalnya, sudah merupakan tradisi lama dalam hal pelaksanaan wirid Yasin baik oleh kaum ibu maupun kaum bapak dan juga di kalangan para remaja baik remaja putri maupun remaja putra. Pelaksanaannya pun bisa berbeda seperti ada yang melaksanakannya pada malam hari, siang hari atau sore hari tergantung kesepakatan masing-masing.
Adapun jumlah peserta wirid Yasin tersebut bisa banyak seperti seratusan orang bahkan lebih atau bebarapa orang saja. Angka seratusan orang bahkan lebih itu misalnya dalam suasana wirid akbar yang mungkin dilaksanakan sekali sebulan oleh beberapa perkumpulan perwiridan kaum ibu.
Di balik itu, mungkin yang mengadakan perwiridan itu hanya beberapa orang saja, seperti hanya belasan orang saja sebab hujan turun atau cuaca mendung bercampur petir (ronggur, bahasa Tapanuli) yang mengakibatkan orang takut keluar rumah.
Dan mungkin juga keberadaan orang banyak hadir di perwiridan Yasin disebabkan giliran tempat wirid itu di rumah orang yang rajin hadir di perwiridan tempat lain atau sebab rumahnya lapang (rumah orang kaya) yang sekaligus biasanya makanannya pun lebih menjanjikan (lebih banyak dan lebih enak) sedangkan di rumah sederhana (rumah orang miskin) apalagi juga orangnya yang agak malas mendatangi perwiridan di tempat lain dapat berdampak kepada kurang rajinnya orang mendatanginya.
Bagaimana pun keadaan dari mereka yang melakukan tradisi wirid Yasin tersebut tidaklah terlalu dipusingkan, tetapi suatu hal yang diinginkan adalah agar tradisi yang sudah lama berjalan itu dapat dimaknai sehingga perwiridan tersebut tidak berjalan tanpa makna atau tidak berjalan apa adanya melainkan hendaknya dari hari ke hari atau dari satu kegiatan perwiridan ke kegiatan perwiridan berikutnya ada peningkatan atau ada perubahan ke arah yang lebih baik. Sekaitan dengan itu, dalam tulisan ini akan dikemukakan dua poin penting sebagai bahan renungan untuk meningkatkan kualitas dari setiap perwiridan Yasin yang dilaksanakan.
Dua Poin Memaknai Tradisi Wirid Yasin
Maksud dua poin memaknai tradisi wirid yasin yang dicoba dikemukakan dalam tulisan ini adalah:
Pertama: Meningkatkan Pembagusan Bacaan al-Qur’an
Dalam kegiatan tradisi wirid Yasin itu sudah pastilah ayat al-Qur’an yang dibaca adalah surat Yasin (surat ke-36) yaitu salah satu surat dari 114 surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Jumlah ayat yang terdapat dalam surat Yasin adalah 83 ayat, sedangkan jumlah seluruh ayat al-Qur’an yang 114 surat atau 30 juz itu adalah 6236 ayat menurut al-Qur’an yang saya bawa langsung dari Masjidil Haram Makkah al-Mukarramah beberapa tahun lalu sebab tempo hari biasa dibagikan al-Qur’an secara gratis (majjanan) seusai shalat shubuh dengan cara jama’ah antri menunggu pembagian al-Qur’an (dalam berbagai bentuk yang berbeda) dan saya dua kali mendapatkannya.
Al-Qur’an yang dari Makkah itu pun saya coba menghitung jumlah ayatnya dan biasa mahasiswa saya pun di Fakultas Syari’ah IAIN Sumatera Utara dan di Pascasarjana IAIN Sumatera Utara serta pada peserta Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Kota Medan yang berkesimpulan jumlah ayat al-Qur’an adalah 6236 Masing-masing kita dapat menghitungnya sendiri dan bila orang bertanya berapa jumlah ayat al-ur’an hendaklah dijawab dengan mengatakan menurut yang kita hitung sendiri bukan menurut kata orang lain yang belum tentu benar dan ini sekaligus menunjukkan rasa cinta kita yang bertambah terhadap al-Qur’an.
Akan halnya tahsin (membaguskan) bacaan al-Qur’an melalui tradisi wirid Yasin ini adalah dimana setiap peserta yang ikut wirid Yasin hendaknya serius dan khusyu’ dalam membacanya tidak asal-asalan dan tidak sambil ngobrol. Karena itu, perlu konsentrasi penuh kepada seluruh jama’ah anggota perwiridan.
Dalam hal ini perlu dicari guru yang tepat untuk mengajari cara membaca al-Qur’an sehingga pada saat membaca surat Yasin secara bersama-sama semuanya membacanya dengan baik dan benar. Namun pada kenyataannya mungkin banyak di antara pembaca surat Yasin itu yang tidak ada perkembangan ke arah pembagusan bacaan al-Qur’an sebab hanya sekedar ikut wirid Yasin tetapi tidak ada keinginan berubah ke arah yang lebih baik.
Sebagai contoh dalam pembacaan ayat al-Qur’an pada surat Yasin adalah ayat pertama yang berbunyi: Yasin. Cara membaca Ya pada surat Yasin adalah 2 (dua) harakat sedangkan sin pada surat Yasin dibaca 6 (enam) harakat. Dengan demikian tampak beda antara keduanya yang apabila disamakan berarti suatu kesalahan. Para jama’ah wirid yasin belum tentu memperhatikan ini dan demikian juga dengan bacaan lainnya yang di dalamnya ada ikhfa, idgham dan lain-lain yang harus menjadi perhatian.
Dalam perwiridan Yasin biasa ada mic atau pengeras suara yang biasanya dipegang oleh jama’ah yang suaranya bagus dan mungkin itu ke itu saja orangnya atau bergilir dari beberapa orang saja sehingga mungkin terjadi ada jama’ah perwiridan atau mungkin banyak jama’ah perwiridan yang selama hidupnya tidak pernah memegang pengeras suara untuk mengomandoi pembacaan surat Yasin yang sebabnya adalah karena dipandang bacaannya tidak bagus. Karena itu, hal seperti ini perlu adanya perubahan agar seluruh jama’ah perwiridan dapat membaca al-Qur’an dengan baik sehingga semuanya dapat tampil mengomandoi membaca surat Yasin dan apalagi jangan sempat wirid Yasin gagal sebab yang mengomandoi tidak hadir.
Kedua: Peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamalan
Tradisi wirid Yasin yang dilaksanakan hendaknya tidak berhenti pada bacaan saja kendati pun bacaannya sudah bagus melainkan diteruskan dengan upaya gigih dan bersemangat untuk dapat memahami dan mengerti setiap yang dibaca. Sebagai contoh ayat pertama surat Yasin yang berbunyi Yasin. Dalam kajian ‘ulumul Qur’an diketahui bahwa yasin adalah bagian dari al-huruf al-muqatta’ah (potongan-potongan huruf) yang terdapat pada 29 surat al-Qur’an di antaranya surat Yasin. Pada surat Yasin terdapat dua huruf saja yaitu ya dan sin sedangkan pada surat lain ada yang hanya satu huruf seperti Nun, dan ada pula yang tiga huruf seperti Alif Lam Mim, empat huruf seperti Alim Lam Mim Ro atau lima huruf seperti Kaf Ha Ya ‘Ain Shod.
Kesemuanya, bila merujuk krpada Tafsir al-Jalalain tidak memberikan penafsiran melainkan dengan mengatakan bahwa Allah lah yang mengetahui maksudnya (Allahu A’lamu bimuradihi bidzalika). Akan tetapi kita tidak berhenti pada pemahaman seperi itu melainkan terus mencari tahu apa yang dimaksud dengan Yasin itu walaupun pemahaman itu tidak ditemukan dari Nabi Muhammad Saw melainkan dari pengkaji al-Qur’an.
Pemahaman yang diperoleh antara lain yang mengatakan bahwa yasin adalah merupakan singkatan dari ya insan yang bermakna wahai manusia. Benar atau tidak pemahaman tersebut Allah lah Yang Maha Tahu tentangnya, tetapi yang jelas dan pasti bahwa al-Qur’an yang Allah turunkan itu adalah untuk umat manusia. Lanjutan ayat atau ayat kedua dari surat Yasin bermakna: “Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah”. Ayat ketiga bermakna: “Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul”. Adapun yang dimaksud adalah Rasulullah Muhammad saw.
Pemahaman sebagaimana dijelaskan di atas hendaknya dapat dijabarkan dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap al-Qur’an dan Muhammad saw. Pemahaman tidaklah cukup melainkan dilanjutkan dengan penghayatan dan pengamalan. Para jama’ah wirid Yasin perlu diajak untuk memahami setiap bacaan yang dibaca sejak ayat pertama sampai ayat yang terakhir baik dengan cara membahasnya ayat perayat dalam kegiatan wirid yasin atau menganjurkan kepada seluruh anggota wirid yasin agar masing-masing dapat mempelajarinya sendiri dengan membaca buku yang berkaitan dengannya.
Pemahaman dan penghayatan dilanjutkan dengan pengamalan seperti al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw tidak hanya sekedar dibaca dan dipahami melainkan isinya diamalkan seperti perintah shalat. Karena itu, janganlah anggota wirid yasin sibuk dengan wiridnya saja tetapi tidak shalat melainkan teruslah wirid dan kerjakan shalat dengan baik. Alangkah kecewanya kita bila ada anggota wirid yasin yang tidak shalat yang seolah-olah menjadikan agamanya adalah agama wirid yasin dengan pengertian mencukupkan wirid yasin sebagai modalnya dalam beragama sehingga merasa rugi bila tidak ikut wirid dan sebaliknya merasa tidak apa-apa dan tidak merasa rugi bila tidak shalat.Mungkin hal ini baru terjadi atau malah sudah lama terjadi dan yang terpenting segeralah bertaubat sebelum ajal menjemput.
Penutup
Uraian tentang memaknai tradisi wirid Yasin dalam tulisan ini mengajak agar tradisi ini tidak hanya sekedar tradisi tanpa makna atau berlangsung begitu saja yang malah merugikan sebab telah menghabiskan waktu dan ekonomi untuk itu, melainkan bagaimana agar tradisi ini diteruskan dan ditingkatkan baik pembagusan tata cara membaca ayat al-Qur’an surat Yasin ini khususnya dan ayat al-Qur’an secara keseluruhan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemahaman dan penghayatan serta pengamalan. Bagi jama’ah wirid Yasin hendaklah menjadi manusia pilihan dan menjadi contoh dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menampilkan sosok mereka yang tidak berbuat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Semoga Allah meridhai setiap ‘amal baik kita. Amin ya Allah. ***** ( Dr. H Hasan Mansur Nasution, MA. : Penulis adalah Alumni Pondok Aek Hayuara Sibuhuan (Kab. Padanglawas) dan Ketua Fokkus Babinrohis Sum. Utara Hp. 081396537187 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar